STOP fitnah MAFIA TANAH terhadap guru besar hukum dan tokoh Melayu Indonesia

Medan-Terkait informasi dan fitnah MAFIA TANAH yang berkembang dimasyarakat melalui media sosial terhadap tokoh melayu Indonesia yaitu Prof. OK.Saidin SH, M.Hum maka saya H. Tengku Danil Mozard selaku pemegang mandat pengamanan konsesi kesultanan deli sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan orang – orang yang tidak bertanggung jawab tersebut.Sebutan MAFIA TANAH Menurut beliau itu sangat menyinggung perasaan Masyarakat Melayu. Prof. OK. Saiidin itu bertindak untuk dan atas nama Kesultanan Deli. Memfitnah OK.Saidin sama artinya memfitnah Sultan Deli. Semua tindakan OK.Saidin atas restu dan amanah Sultan Deli. Lebih dari itu OK.Saidin yang dalam gerakannya dari dulu sampai sekarang membela kepentingan masyarkat di mana rakyat adalah bagian dari Kawula Kesultanan Deli. Tidak saja beliau juga menginisiasi pembentukan Perda Hak Ulayat di Kabupatern Deli Serdang. Saat ini beliau ketua Yayasan Melayu Raya dan Ketua Pengurus Besar Majelis Adat Melayu Indonesia. Beliau adalah pakar hukum tanah adat Puak Melayu yang didengar kesaksian di Pengadilan dan menjadi Ahli pada lebih 20 kasus di Poldasu. Oleh karena itu tindakan menyebarkan flyer yang isinya memfitnah OK. Saidin, adalah merupakan tuduhan yang keji dan dapat menyesatkan persepsi publik. Oleh karena saya akan berkoordinasi dengan Prof. OK. Saidin untuk.menempuh jalur hukum dan meminta pihak Kepolisian segera melakukan penyidikan karena telah melakukan pencemaran nama baik dengan menggunakan sarana media sosial. Penyebutan nama langsung berikut Gelar Akademik yang bersangkutan telah mencemari keilmuan beliau sebagai Guru Besar. Organisasi Melayu MABMI, ISMI dan GAMI akan mengadakan aksi jika pelaku pencemaran nama baik ini tidak diproses secara hukum. Walaupun Prof.OK.Saidin, SH.M.Hum selalu mengatakan agar jangan mengambil sikap yang desktruktif. Perlu kepala yang dingin untuk menghadapi orang-orang yang tak memiliki pengetahuan yang sempurna tentang seluk belum hukum atas tanah Konsesi Kesultan Deli. Ini persoalan “Maling teriak maling”. Mereka yang menyebarkan fitnah ini adalah orang-orang yang tak memiliki alas hak sama sekali. Sama ketika obyek tanah di Helvetia itu dahulunya dibeli oleh seseorang dari surat-surat “siluman”, Buktinya pengadilan memutuskan lain. Tak mungkin tanah yang dikuasai selama bertahun-tahun oleh PT Perkebunan Nusantara II (sekarang PTPN 1 Regional 1) di atasnya ada hak orang lain. Akan tetapi yang pasti PT Perkebunan Nusantara II memperoleh hak itu dari Deli Maatschappij atas dasar UU No.86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi. Ada yang belum diselesaikan negara dengan pihak Kesultanan Deli (termasuk Kesultanan Serdang dan Langkat) yakni pemberian ganti rugi atau penghargaan kepada pemilik hak asal. Kesultanan Deli bukanlah Raja Belanda tapi Sultan di Kerajaan Melayu. Sultan di masyarakat pribumi Melayu. Oleh karena hak kesultanan atas tanah itu adalah hak pribumi untuk dan atas nama kaula masyarakatnya. Oleh karena itu “nasionalisasi” yang maksudnya menasionalkan yang bukan milik nasional, maka hukum membacanya “tak ikut aset sultan deli yang notabene adalah pribumi” bukan orang belanda. Oleh karena itu tanah tak bisa dinasionalisasikan. Inilah yang harus disikapi oleh pemerintah. Penyelesaian tanah eks HGU PTPN 2 ini jika ingin tuntas se tuntas-tuntasnya harus melibatkan Kesultanan Melayu, Sultan Deli, Serdang dan Asahan.